Powered By Blogger

Senin, 19 April 2010

Kejujuran dan kehormatan

Kejujuran dan kehormatan

Para alumnus dari sekolah-sekolah tinggi di Inggris menyebutkan plagiarisme mengganggu kehormatan. Tanpa kehormatan tidak ada kepercayaan.

Di Amerika Serikat, plagiarisme adalah musuh nomor satu pendidikan. Kalau ada mahasiswa terbunuh di kampus, seluruh warga kampus terentak. Namun, begitu seorang dosen ketahuan melakukan plagiarisme, seluruh isi kota berduka. Pelakunya dihukum sangat keras bukan hanya untuk menindak yang bersangkutan, melainkan untuk menimbulkan efek jera bagi masyarakat luas untuk tidak mengikuti perbuatan tercela itu.

Bagi sebagian orang, plagiarisme adalah masalah kecil, tetapi bagi ilmu pengetahuan ia merupakan masalah yang sangat serius karena bisa memajalkan kemajuan bangsa. Tradisi plagiarisme adalah sama dengan tradisi mencuri, yang mengakibatkan suatu bangsa menjadi malas berpikir, tidak menciptakan pembaruan, tidak menghargai originalitas dan kreativitas, dan akhirnya melumpuhkan daya saing bangsa itu sendiri.

Karena bukan sekadar mengganti judul dan nama pengarang, sesungguhnya plagiat sulit dibuktikan selain orang yang karyanya dijiplak orang lain. Dalam seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang lalu, misalnya, salah seorang kandidat dilaporkan telah melakukan plagiat.

Pelapor datang dengan setumpuk barang bukti, tetapi panitia seleksi yang terdiri atas sejumlah akademisi kesulitan menemukannya. Klarifikasi yang diajukan kepada universitas yang bersangkutan telah dijawab oleh rektor dengan surat yang menyatakan ”yang bersangkutan telah memperbaiki tesisnya”. Sementara orang yang karyanya disebut telah dijiplak tidak bereaksi sama sekali. Banyak orang berpikir, dengan menyebut nama sumber, selesailah sudah semua urusan. Tak banyak orang yang tahu plagiat lebih dari sekadar mengutip tanpa menyebutkan sumber atau meminta izin dari yang bersangkutan.

Saya juga pernah didatangi beberapa orang dosen yang meminta izin menggunakan buku saya untuk dijadikan diktat di kampusnya. Ia merasa dengan meminta izin ia sudah bertanggung jawab. Semua ini menunjukkan kampus-kampus perlu mengajarkan kembali para pengajarnya tentang makna plagiat secara komprehensif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan mendorong dosen-dosennya berlatih menulis. Perlu digarisbawahi dengan berpengetahuan (cerdas) saja, seseorang belum cukup mampu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar